Jumat, 07 Maret 2014

Malioboro


           Malioboro membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi, jalan ini terbentuk menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional semenjak tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, tempat itu masih bertahan sebagai suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang dikenal dengan Malioboro.
Terletak sekitar 800 meter dari Kraton Yogyakarta, tempat ini dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Malioboro yang dalam bahasa sansekerta berarti "karangan bunga" menjadi dasar penamaan jalan tersebut.Diapit pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang dan bangunan bersejarah, jalan yang dulunya sempat menjadi basis perjuangan saat agresi militer Belanda ke-2 pada tahun 1948 juga pernah menjadi lahan pengembaraan para seniman yang tergabung dalam komunitas Persada Studi Klub ( PSK ) pimpinan seniman Umbul Landu Paranggi semenjak tahun 1970-an hingga sekitar tahun 1990.
          Menikmati pengalaman berbelanja, berburu cinderamata khas Jogja, wisatawan bisa berjalan kaki sepanjang bahu jalan yang berkoridor ( arcade ). Di sini akan ditemui banyak pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya. Mulai dari produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu ( gantungan kunci, lampu hias dan lain sebagainya ) juga blangkon ( topi khas Jawa / Jogja ) serta barang-barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang banyak ditemui di tempat perdagangan lain. Sepanjang arcade, wisatawan selain bisa berbelanja dengan tenang dalam kondisi cerah maupun hujan, juga bisa menikmati pengalaman belanja yang menyenangkan saat menawar harga. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau bahkan separuhnya.Jangan lupa untuk menyisakan sedikit tenaga. Masih ada pasar tradisional yang harus dikunjungi. Di tempat yang dikenal dengan Pasar Beringharjo, selain wisatawan bisa menjumpai barang - barang sejenis yang dijual di sepanjang arcade, pasar ini menyediakan beraneka produk tradisional yang lebih lengkap. Selain produk lokal Jogja, juga tersedia produk daerah tetangga seperti batik Pekalongan atau batik Solo.
           Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik. Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang - barang unik dengan harga yang lebih murah.Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan tidak tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan harga dari biasanya bagi para wisatawan.Di penghujung jalan "karangan bunga" ini, wisatawan dapat mampir sebentar di Benteng Vredeburg yang berhadapan dengan Gedung Agung. Benteng ini dulunya merupakan basis perlindungan Belanda dari kemungkinan serangan pasukan Kraton. Seperti lazimnya setiap benteng, tempat yang dibangun tahun 1765 ini berbentuk tembok tinggi persegi melingkari areal di dalamnya dengan menara pemantau di empat penjurunya yang digunakan sebagai tempat patroli.
Sedangkan Gedung Agung yang terletak di depannya pernah menjadi tempat kediaman Kepala Administrasi Kolonial Belanda sejak tahun 1946 hingga 1949. Selain itu sempat menjadi Istana Negara pada masa kepresidenan Soekarno ketika Ibukota Negara dipindahkan ke Yogyakarta.
      Saat matahari mulai terbenam, ketika lampu - lampu jalan dan pertokoan mulai dinyalakan yang menambah indahnya suasana Malioboro, satu persatu lapak lesehan mulai digelar. Makanan khas Jogja seperti gudeg atau pecel lele bisa dinikmati disini selain masakan oriental ataupun sea food serta masakan Padang. Serta hiburan lagu-lagu hits atau tembang kenangan oleh para pengamen jalanan ketika bersantap.Bagi para wisatawan yang ingin mencicipi masakan di sepanjang jalan Malioboro, mintalah daftar harga dan pastikan pada penjual, untuk menghindari naiknya harga secara tidak wajar. Mengunjungi Yogyakarta yang dikenal dengan "Museum Hidup Kebudayaan Jawa", terasa kurang lengkap tanpa mampir ke jalan yang telah banyak menyimpan berbagai cerita sejarah perjuangan Bangsa Indonesia serta dipenuhi dengan beraneka cinderamata. Surga bagi penikmat sejarah dan pemburu cinderamata.

Karya : DEDY ABRI YANTO

Candi Borobudur

                 Siapa yang belum pernah mendengar tentang Candi Borobudur? Kemegahan, keindahan, serta keunikannya telah membuat Candi yang dibangun oleh Dinasti Sailendra antara tahun 750 – 842 M ini dikukuhkan menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia dan pada tahun 1991 ditetapkan oleh UNESCO di dalam Daftar Peninggalan Sejarah Dunia.Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, sekitar 40 km sebelah barat laut Jogjakarta, 7 km arah selatan Kota Magelang, dan 100 km sebelah barat daya Semarang.Candi Borobudur pernah terkubur oleh lahar dingin letusan dahsyat Gunung Merapi pada sekitar tahun 950 M dan baru ditemukan pada tahun 1814 saat Inggris menduduki Indonesia. Gubernur Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles mendengar adanya penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro, Magelang. Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa (Raffles juga menulis buku History of Java, 1817), maka Raffles segera memerintahkan H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki lokasi penemuan yang saat itu berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
                     Pemugaran pertama langsung dilakukan oleh Raffles, yaitu mulai menebangi pepohonan dan menyingkirkan semak belukar yang menutupi bangunan raksasa tersebut. Karena penemuan itu, Raffles mendapat penghargaan sebagai orang yang memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat perhatian dunia. Pada tahun 1835, seluruh area candi sudah berhasil digali. Candi ini terus dipugar pada masa penjajahan Belanda dan terus dilanjutkan setelah Indonesia merdeka oleh pemerintah Republik Indonesia dengan bantuan dari UNESCO. Seluruh proses pemugaran selesai pada tahun 1984. Banyak orang di seluruh dunia menjadikan Candi Borobudur sebagai tempat yang wajib dikunjungi dalam hidupnya. Banyak teori yang berusaha menjelaskan asal kata Borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa kata Borobudur berasal dari kata bara dan budur. Bara/vihara artinya kompleks candi dan budur atau beduhur artinya di atas atau bukit. Jadi, borobudur bisa diartikan sebagai kompleks candi yang berada di atas bukit.
                      Luas bangunan Candi Borobudur adalah 123 x 123 m dengan tinggi bangunan 34,5 m dan memiliki 1460 relief, 504 Arca Buddha, serta 72 stupa. Candi Borobudur memiliki 10 tingkat (melambangkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha). 10 tingkat tersebut terdiri dari 6 tingkat berbentuk bujur sangkar, 3 tingkat berbentuk bundar melingkar, dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya.Candi Borobudur dibangun sebagai perlambang dari banyak tahapan di dalam teori Budha. Jika dilihat dari atas, Candi Borobudur berbentuk mandala (bentuk tradisional Budha). Mandala adalah pusat dari gabungan antara seni Budha dan Hindu. Bentuk dasar dari banyak mandala Hindu dan Budha adalah persegi dengan empat titik masuk dan titik pusat yang melingkar. Baik dari segi eksterior maupun interior, Candi Borobudur melambangkan tiga zona tingkat kesadaran ditambah satu bidang utama yang menggambarkan kesempurnaan atau nirvana.Zona pertama adalah Kamadhatu atau dunia fenomena, dunia yang dihuni oleh kebanyakan orang, yang bisa juga diartikan dengan dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah".
        Tingkat paling bawah Candi Borobudur ini tertutup oleh pondasi penyokong bangunan, sehingga tidak terlihat. Zona Kamadhatu yang tersembunyi ini terdiri dari 160 relief yang menggambarkan kisah Karmawibhangga Sutra, yaitu hukum sebab akibat. Relief-relief di sini menggambarkan hawa nafsu manusia, seperti perampokan, pembunuhan, penyiksaan, dan penistaan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa tingkat dasar ini ditambahkan pada bangunan asli candi ini. Alasan penambahan bagian ini tidak 100 % pasti, namun sepertinya untuk stabilitas struktur bangunan dan memperkuat pondasi bangunan atau bisa juga karena alasan religius, yaitu untuk lebih banyak menutupi konten-konten cabul. Bagian tambahan ini tingginya 3.6 m dan lebarnya 6.5 m. Sudut bagian bawah yang tertutup ini telah dibuka secara permanen sehingga pengunjung dapat melihat pondasi yang tersembunyi termasuk beberapa reliefnya.
Zona 2 Rupadhatu atau dunia transisi, di mana manusia telah terbebas dari hal-hal duniawi, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Teras persegi Rupadhatu berisi galeri relief batu pahat, juga rangkaian ceruk yang berisi patung Budha.


Karya : DEDY ABRI YANTO

Rabu, 26 Februari 2014

Pantai Yen Bebai (Pantai Pasir Putih)

Pantai_pasir_putih
Terletak sekitar 5 km dari pusat Kota Manokwari dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dan roda dua dengan waktu 15 menit Pantai ini sangat nyaman untuk rekreasi berenang, jemur panas, pasirnya putih dan berombak kecil. Kawasan ini memiliki pulau-pulau yang panorama alamnya sangat indah dan tenang di pulau-pulau in ada masyarakat nelayan dengan perkampungan tradisional. Di beberapa pulau ini terdapat hamparan terumbu karang dengan jenis-jenis biota lautnya dari cocok untuk kegiatan selam.

Bendungan Prafi


dendungan papua
Obyek wisata bendungan prafi merupakan bendungan buatan Dinas PU. Perjalanan dari Kota Manokwari menuju tempat wisata ini dapat ditempuh dengan waktu 1 jam perjalanan darat menuju ke arah Selatan.
Di Obyek wisata ini anda juga diperbolehkan mandi di bendungan ini dan mengambil gambar untuk berfoto dengan background alam pegunungan dan sungai yang indah. Setelah lelah menikmati keindahan bendungan, pengunjung dapat beristirahat sejenak menikmati makanan di Warung Sabar Menanti di sekitarObyek wisata ini.

sumber Hanif Isnaini

CAGAR ALAM PEGUNUNGAN WONDIBOY




Potensi Biofisik
Pegunungan Wondiboy terasing dari rangkaian barisan pegunungan tengah dan terbuka dari semua jurusan ke laut. Kawasan ini termasuk dalam wilayah biogeografis yang unik yang letaknya di tengah antara gunung-gunung di daerah Kepala Burung dan Pegunungan Tengah. Vegetasinya menutupi lapisan batuan metamorfosis alpidik, kecuali dibagian selatan semenanjung yang terbentuk dari karbonat podzolik atas. Tipe hutan dalam kawasan CA Pegunungan Wondiboy termasuk ke dalam tiga lingkungan utama yaitu dataran rendah, kaki perbukitan, dan zone pegunungan yang rendah.


Faunanya belum diketahui secara lengkap, tetapi tercatat 169 jenis burung, 55 diantaranya terbatas hanya pada elevasi di atas 1.000 m. Diantaranya 12 jenis burung dewata termasuk 2 jenis endemik Kepala Burung, yaitu: Astrapia nigra dan Parotia sefilata. Jenis endemik lainnya diantaranya burung namdur Amblyornis inornatus, Melipotes gymnops dan Rallicula leucopsila. Mamalia kurang banyak diketahui tetapi dari marsupialia tercatat 3 jenis kangguru pohon, satu jenis walabi hutan, satu jenis kuskus ekor kait, oposum layang, 2 oposum, 3 kuskus, 2 bandikut, kucing (marsupial cat), dan 3 jenis tikus berkantung. Enam jenis kelelawar terdapat di sini termasuk Pteropus pohlei dan sejumlah rodenta.


Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy bernilai penting sekali untuk sistem peyangga kehidupan masyarakat di Kabupaten Teluk Wondama dan untuk mendukung pelestarian laut di bawahnya yang merupakan kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih.




Aksesibilitas dan Obyek Daya Tarik Wisata
Cagar Alam Pegunungan Wondiboy dapat diakses dari kota Manokwari dengan kapal maupun pesawat twint-otter menuju kota Wasior. Selanjutnya dari kota Wasior kawasan cagar alam tepat berada di belakang kota. Kawasan ini mempunyai nilai sosial budaya yang tinggi bagi masyarakat di sekitar kawasan. Semua kebutuhan air bersih masyarakat dipenuhi dari kawasan ini. Dari dalam kawasan mengalir sungai-sungai besar yang airnya sangat jenih. Landscape pegunungan memberikan daya tarik tersendiri kawasan ini dari kejauhan. Kawasan ini seolah-olah sebagai background kota Wasior dan kampung-kampung disekitarnya. Keragaman flora dan fauna endemik Papua juga dapat dijumpai di dalam kawasan ini.


Sumber: Petocz, Ronald G. 1987. Konservasi Sumber Daya Alam dan Pembangunan di Irian Jaya diterjemahkan oleh Slamet Soeseno. Jakarta: Pustaka Grafitipers.


Oleh : Tim Redaksi

Sentani Lake Festival


 
 
Cultural feast “ Sentani Lake Festival (FDS)”, by the government and society Jayapura on 19-23 June 2010 to present diverse charm of Papua, on the theme "Loving Culture For Our Future".

"The theme is to motivate all citizens to love its existence as a civilized human being through the strengthening of cultural character by protecting and conserving nature of Papua, especially the indigenous communities of Sentani Lake."


To achieve these objectives, FDS 2010 which is a grand cultural feast third time after 2008 and then was, held with the three main concepts namely the concept of a performance, exhibition and tourism concept.



 
 
The concept will feature performances of cultural attractions and competitions with a view typical colossal dance Papua and Indonesian, music and songs, traditional folk games, art and cultural competitions and other arts attractions.

FDS 2010 exhibition aimed at promotion, insvestasi and trade through the booths that showcase the economic potential in Papua such as mining, forestry, fishery, plantation and tourism.

It is expected that this exhibition could open the door for capital investment and economic prospects in the earth of Kenambai Umbai Jayapura and the earth of Cenderawasih Papua.

FDS tourism concept in 2010 offered to the public to enjoy a tour of interesting sights around Sentani Lake and the surrounding areas.

 
 
 
 
 
 
This tour, among others, is a fieldtrip lake Sentani, fieldtrip Tablanusu Sea Tourism Village, ceremonial monument Japanese History of World War II in Village Genyem (at 18 June 2010) and others.

The series of other activities are typical culinary Papua and Indonesia, the exhibition charm typical of orchids and ornamental plants of Papua, book stalls as well as cultural and historical charm Papua evening fireworks over Lake Sentani.

FDS 2010 was held on June 19 to 23 and concentrated in Kalkhote Tourism Region, Sentani Lake, Jayapura.


This grand cultural feast annually receive full support from all particular and society of Jayapura Regency in in all the land of Papua general and especially the indigenous peoples Sentani-Jayapura supported as the host and owner of the rights of indigenous tourism area of Lake Sentani.

"Supporting the community regarding the implementation of this grand cultural feast looks from pertisipasi community in preparing for this festival. Everything is working with the spirit of mutual cooperation , Working Toward One Whole Cheerful success “ Satu Utuh Ceria Berkaraya Menuju Kejayaan” or “Helem FOI “ ... “Kenambai Umbai”.

The customary holders or Ondoafi a Sentani region, among others, through the Chairman of the Traditional Authority Sentani, “Franzalbert Yoku”, has provided moral support for the success of this cultural feast.

"In essence, we strongly support the Ondoafi Jayapura Regency Government efforts in promoting cultural and traditional customs, the people of Sentani. For that, let us hand in hand and full responsibility for the successful party of the people, our common cultural feast," said Yoku Franzalbert.

 
 


source: sentanilakefestival.com

Ekowisata di kepala burung pulau papua

Pegunungan Arfak yang berada di ‘kepala-otak burung Papua’ adalah sebuah kawasan cagar alam dengan luas mencapai 68.325 hektar dengan ketinggian mencapai 2940 meter di atas permukaan laut. Cagar alam pegunungan Arfak berada di Kabupaten Manokwari, Propinsi Papua Barat. Membentang di antara Distrik Menyambouw Warmare, Ransiki, Anggi dan Oransbari. Wilayah ini hanya berjarak kira-kira 35 km dari kota Manokwari. Diperlukan 2 hari berjalan kaki untuk sampai di tempat itu. Saat ini, sudah bisa dicapai menggunakan kendaraan roda empat jenis off-road 4X4 atau ‘ranger’ (sebutan masyarakat setempat untuk jenis mobil ini) dengan tarif Rp. 80 ribu – Rp. 300 ribu per orang. Bisa juga dengan menggunakan pesawat terbang jenis twin otter dan cesna dengan waktu tempuh sekitar 25 menit dengan tariff Rp. 300 ribu per orang.
Cagar alam pegunungan Arfak masih menyimpan banyak misteri yang sampai kini belum terungkap, mulai dari kehidupan flora-fauna, termasuk ribuan jenis tumbuhan anggrek, legenda ikan Houn (sejenis belut) di dua danau yang diapit oleh sebuah “perbukitan firdaus” bernama bukit Kobrey. Dua danau itu adalah Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gita yang berada di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Kehidupan seputar goa-goa, termasuk goa yang kedalamannya mencapai 2000 meter juga masih menyimpan selaksa misteri.
Menurut informasi Yoris Wanggai, salah seorang tourist guide di Manokwari, sudah sekian banyak peneliti mancanegara mendatangi tempat-tempat ini namun tidak membawa hasil penelitian yang maksimal oleh karena keterbatasan waktu berkunjung. Umumnya, para para peneliti hanya memiliki waktu 1-2 minggu saja di pegunungan Arfak, dan itu jauh dari cukup untuk mengetahui misteri-misteri yang tersimpan rapi di Pegunungan Arfak itu. “Rasanya tidak cukup waktu. Jika kami di sini, terasa hanya sebentar. Kami tidak puas,” demikian salah satu kutipan pernyataan para wisatawan yang sampaikan Yoris saat berbincang dengan E-I ketika mengunjungi obyek wisata alam dua danau di bukit Kobrey, Agustus lalu.
Pegunungan Arfak ini adalah ekosistem yang mewakili tanah Papua oleh karena dihuni beberapa habitat yang dilindungi, seperti kehidupan berbagai jenis satwa seperti kupu-kupu sayap-burung (ornithoptera-sp) yang menjadi buruan kolektor kupu-kupu internasional. Kupu-kupu jenis ini oleh masyarakat suku Arfak sudah ditangkarkan. Salah satunya di kampung Iray, di dekat danau Anggi Giji. Kawasan ini dihuni pula oleh Cendrawasih Arfak (Astrapia-nigra). Berbagai jenis tumbuhan antara lain pohon Arwob atau dodonia fiscosa, tumbuhan khas pegunungan Arfak. Juga terdapat kayu Masohi yang rasanya pedas seperti permen menthol, berguna untuk penambah selera makan. Dan masih banyak kekayaan flora-fauna lagi yang menghuni wilayah ini.
Menurut data pemerintah kabupaten Manokwari, pegunungan Arfak ini memiliki tidak kurang 110 jenis mamalia, 333 jenis burung, yang beberapa jenis merupakan endemik, pegunungan Arfak. Salah satunya adalah burung Namdur Polos (Bowerd Bird). Burung ini, oleh suku Arfak Moley dinamai burung Mbrecew, yang berarti pintar atau pandai berkicau, oleh karena bisa menirukan suara-suara lain dan bunyi apa saja. Burung ini juga mampu membuat sarang (bower) dari dedaunan, rumput kering, dan tangkai anggrek hutan, yang dibuat menyerupai rumah dan meletakkannya di atas pohon maupun di tanah.
Tidaklah heran jika sejumlah ahli yang pernah datang meneliti di kawasan ini menyatakan bahwa sejarah telah mencatat pegunungan Arfak punya arti penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di masa mendatang dan sangat layak dijadikan perpustakan data genetik yang bisa diolah untuk aneka jenis obat dan ramuan tradisional. Data etno-botani menyebutkan cagar alam pegunungan Arfak juga kaya akan aneka jenis tumbuhan yang bisa diolah menjadi obat bius dan obat perangsang, namun sejauh ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Salah seorang mahasiswa peneliti S2 Botani IPB Bogor, Hengky Wambraw, ketika sempat bertemu dengan Penulis  di hutan lindung Gunung Meja Manokwari, mengatakan kehidupan keanekragaman hayati di kawasan pegunungan Arfak menjadi incaran para peneliti biologi, botani, geologi, ekologi, tidak terkecuai peneliti serangga dan burung baik dari luar negeri maupun local. Mereka ingin sekali berkunjung ke sana. Hengky juga sempat menginformasikan kepada E-I untuk berhati-hati menyentuh tumbuhan liar saat berkunjung ke wilayah pegunungan “misterius” itu karena beberapa di antaranya ada yang mengandung racun, ada pula yang bisa dijadikan obat.
Suhu sekitar danau sangat dingin. Apalagi di bukit Kobrey yang bisa mencapai 6 derajat celsius. Oleh masyarakat suku Sough di kampung Iray, bercocok tanam hortikultura seperti kentang, wortel, daun bawang, seledri, berbagai jenis bunga antara lain Gladiol Anggi, Rhododenrum, merupakan pilihan tepat. Mereka belum mengenal pestisida. Tanaman tumbuh subur terhindar dari zat-zat kimia dan toxic yang berbahaya. Sayang sekali, hasil panen mereka masih sulit untuk dipasarkan keluar areal perkampungan mereka karena biaya pengangkutan yang tinggi, tidak menutupi ongkos pergi-pulang seperti ke Ransiki atau kota Manokwari. Mereka masih sangat berharap jika pedagang dari luar datang membeli hasil panen mereka.
Keunikan lain yang dapat dijumpai di pegunungan Arfak adalah kehidupan sosial masyarakat asli Mandacan yang terdiri dari beberapa suku seperti suku Meyakh, suku Sough, suku Hatam dengan beragam bahasa serta tradisi yang masih dipertahankan hingga saat ini. Di antaranya, seorang lelaki wajib berjalan di belakang perempuan baik anaknya maupun istrinya. Kita juga dapat menjumpai budaya Arfak yang berkenaan dengan prosesi ritual pengucapan syukur yang disimbolkan dengan tarian Magasa, sejenis tari ular. Biasanya, hampir setiap musim panen, perkawinan atau menyambut tamu, tarian ini dipertunjukkan.
Rumah tradisional Arfak disebut Igkojei, yang oleh suku Sough disebut Tumisen, terkenal dengan tahan lama dan kokoh, karena tiang yang banyak terbuat dari jenis kayu bua yang tidak mudah patah meskipun hanya berdiameter 5-10 cm. Rumah Tumisen ini juga sering disebut rumah kaki seribu karena tiangnya yang banyak. Saat ini keaslian rumah Igkojei atau Tumisen sudah mulai langkah apalagi atap yang asli dari rumput ilalang rat-rata sudah diganti menggunakan seng.
Masih tersimpan banyak keunikan dan keindahan lainnya lagi yang bisa kita dapatkan di kawasan pegunungan Arfak. Sungguh, waktu 2-3 hari di sana adalah waktu yang begitu singkat.
Jika Anda peneliti atau mahasiswa, petualang, professional ataupun hobbies fotografi flora-fauna, ataupun Anda tergolong “wisatawan modern/minat khusus”, segera datang di Papua Barat. Jelajahi pegunungan Arfak, telusuri goa terdalam di dunia, berkeliling di dua danau Anggi dan buktikan kepada dunia bahwa Anda-pun turut serta berperan “menyelamatkan” hutan Papua. (Fredy Tewu)

pada Oktober 11, 2010 

Ditulis dalam pesona alamm

Pasar Hamadi Surga Belanja di Jayapura

HAMADI.1.JPG.gif
Siapa yang bisa menghindari kenikmatan belanja? Semua orang, tak hanya wanita, tetapi juga kaum pria pastilah menyukai kegiatan ini. Nah, jika anda bosan dengan tempat shopping yang ada di kota-kota besar, kini saatnya mengunjungi tempat shopping asyik yang terletak di sudut Indonesia, yaitu Jayapura.
Tempat shopping di sini tentu saja menawarkan aneka kerajinan khas Papua, yang unik dan memikat mata siapa saja.
 
Nah, jika anda mengunjungi Jayapura, jangan lupa untuk singgah di Pasar Hamadi, demikian dikatakan oleh Ibu Nurhaini, salah satu pemilik kios yang menjual pernak-pernik dan hasil kerajinan budaya Papua.
 
Para pedagang hasil kerajinan, yang kebanyakan dari Suku Bugis dan Makasar umumnya melanjutkan usaha dari orang tuanya yang sudah turun-temurun. Ada sekitar 8-10 kios yang tersusun rapi di sepanjang Jalan Argapura – Pasar Hamadi ini, yang semuanya menjual hasil kerajinan tangan dan pernak –pernik khas budaya Papua yang berasal dari Wamena, Sentani dan bahkan perbatasan Papua New Guinea.
 
 HAMADI_3.jpg.gif
Pasar Hamadi, yang sejak keberadaannya dibuat sudah menjadi salah satu tempat wisata yang dikunjungi bukan hanya untuk turis domestik saja melainkan turis dari luar negeri. Pasar Hamadi ini beroperasi setiap hari, dari pukul 09:00 – 22:00 WIT, biasanya ramai dikunjungi pada saat menjelang liburan sekolah ataupun libur Hari Raya Besar.
 
Apa saja yang ditawarkan di Pasar Hamadi ini? Mari kita lihat satu per satu. Pertama, saya sangat tertarik dengan kerajinan patung-patung kayu dengan motif asmat, ukiran dipahat dengan sangat detail dan terlihat rapi, ada yang dicat dengan warna hitam ataupun dipernis saja sehingga terlihat lebih natural.
 
Harga patung yang ditawarkan cukup bervariasi, ukuran kecil – sedang sekitar Rp 60.000 – Rp 100.000. Ukuran besar 150.000- 400.000. Sementara pajangan dinding dengan relief patung yang berbentuk oval, berkisar Rp 400.000 – Rp 1.500.000.
 
  hamadi_4.jpg.gif
Pajangan ini biasanya dibuat oleh penduduk yang tinggal di perbatasan Papua New Guinea. Ada juga Tifa, umumnya diproduksi oleh penduduk Sentani, ditawarkan dengan harga Rp 150.000; sementara Tifa yang diproduksi oleh Suku Asmat lebih mahal karena terbuat asli dari kulit biawak, dijual seharga Rp 1.500.000.
 
Lukisan kulit kayu pun tak kalah menariknya, dengan motif burung cenderawasih, didesain dengan perpaduan warna yang cerah dan eksotis ditawarkan dengan kisaran harga Rp 35.000 – 150.000 ukuran kecil-sedang, sementara ukuran besar sekitar Rp 750.000 – Rp 1.000.000.
 
Sementara pernak-pernik yang diadopsi dari kebudayaan masyarakat papua sehari-hari, seperti: koteka dijual dengan harga Rp 30.000 – Rp 90.000., pajangan kampak Rp 75.000.
 
Konon masyarakat Papua dalam berburu menggunakan 3 buah alat, antara lain: panah, tombak dan tulang kasuari. Saya melihat pajangan tulang kasuari ini begitu unik, lengkap dengan sarungnya dijual seharga Rp 125.000.
 
 HAMADI_2.JPG.gif
Noken, tas rajutan dari serat kayu, yang merupakan khas penduduk Wamena dijual dengan harga Rp 75.000 – Rp 150.000 untuk ukuran kecil – sedang, sementara ukuran besar, yang dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Wamena digunakan untuk menggendong anak di belakang dijual seharga Rp 400.000 – Rp 500.000.
 
Ikat kepala atau lebih tepatnya mahkota yang biasa dipakai oleh Kepala Suku pada saat acara adat, juga tersedia di tempat ini, ditawarkan dengan harga yang cukup mahal. Desain yang sederhana namun tetap mengandung unsur etnis, dijual dengan kisaran harga Rp 150.000, sementara desain dengan perpaduan warna bulu burung kasuari yang sangat cantik dan mewah ditawarkan dengan harga Rp 500.000 – Rp 850.000.
 
Bagi kaum wanita yang suka sekali dengan asesoris yang etnik, tersedia juga berbagai macam jenis kalung, gelang tangan, gelang kaki, cincin, ikat rambut yang desain cantik dan pastinya ketika anda melihat akan dibuat tertarik untuk membelinya. Harga yang ditawarkan dari Rp 5.000 – Rp 75.000. Tas rajutan khas Papua sebagai pelengkap penampilan dijual seharga Rp 125.000.
 
Dan masih banyak lagi pernak-pernik unik dan etnis yang disediakan di tempat ini, dan semuanya itu tidak kalah bagus dan menarik dibandingkan produk luar negeri. Mari kita lestarikan produk anak bangsa dengan menggunakan produk dalam negeri.

oleh : Ria Juniwati-Arnelia Triwardini
 
 

Pantai Tanjung Kasuari

Pantai Tanjung KasuariPantai Tanjung Kasuari terletak di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat. Pantai yang indah tersebut menjadi salah satu tempat rekreasi utama yang paling sering dikunjungi hampir setiap harinya oleh masyarakat Sorong maupun dari luar Sorong.

Pantai Tanjung Kasuari

Pantai Tanjung Kasuari Berjarak sekitar 7 Km dari pusat kota Sorong.Pantai Tanjung kasuari bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan Roda empat maupun roda dua.kalo yang tidak punya kendaraan juga ada angkot yang menuju Pantau Tanjung Kasuari.

Pantai Tanjung Kasuari

Udara yang sejuk, pasir yang cukup putih, air laut yang cukup jernih serta banyak hamparan pohon kelapa di sekitar pantai. membuat orang-orang dari daerah sorong dan sekitarnya senang untuk berekreasi kesana.apalagi di waktu sore atau di akhir pekan.Wisata Indonesia Surga Dunia.

Panorama Gunung Botak

Oma Gertraud bersama dua tukang ojek di Gunung Bot

Seorang Oma dari Jerman yang bernama Gertraud mengirim e-mail dan meminta saya mengantarnya melihat beberapa kampung di sekitar Manokwari sehingga dia bisa bertemu penduduk asli Papua. Sewaktu masih sekolah dulu, Oma Gertraud sering diceritakan oleh gurunya tentang pemandangan Papua yang indah sekali dan keramahan penduduknya. Gurunya Oma Gertraud itu pernah tinggal lama di Papua. Sayang sekali saya lupa menanyakan nama dari guru itu.
Ketika tiba di Manokwari, saya pun mengantar Oma Gertraud ke Ransiki. Kami naik kendaraan umum yang mengantar kami melewati kawasan pesisir sebelah timur Pegunungan Arfak. Di sebelah kiri kami adalah tebing-tebing yang curam dengan pemandangan lautan biru yang menakjubkan. Sementara itu di kanan adalah Pegunungan Arfak yang terjal dan gagah perkasa, tempat burung-burung surga berdansa di dahan-dahan pohon di pagi hari.
Setelah tiba di kota Ransiki, saya segera mencari 2 tukang ojek yang bersedia membawa kami ke Gunung Botak. Masing-masingnya meminta 100 ribu rupiah. Kendaraan yang akan kami tumpangi ke sana adalah satu buah sepeda motor merek Honda Revo dan sepeda motor 2 tak merek Yamaha. Sebelum berangkat, kami singgah sebentar di sebuah warung yang menjual bensin. Tak lama kemudian, perjalanan ke Gunung Botak dimulai. Kami melewati Distrik Momi Waren dengan kampung-kampungnya yang berjejer di kedua sisi jalan. Sesekali kami melihat anak-anak Papua yang bermain di halaman rumah. Ada yang melambaikan tangan mereka kepada kami. 
Panorama Gunung Botak yang indah Sekali
Dari penuturan seorang tua bapak Jan Manusawai di Manokwari, bahwa sebelum  masa Perang Pasifik, daerah ini dikuasai oleh para petani Jepang. Mereka menanam tanaman jute yang memiliki serat yang panjang dan kuat. Tiba-tiba saja sebelum Perang Pasifik pecah, mereka pulang ke negaranya. Kini tanaman serat jute yang berguna dan memiliki nilai ekonomis pembuatan tali maupun industri kertas terbengkalai begitu saja di sana.
Dua sepeda motor yang dikendarai oleh dua tukang ojek Papua ini melaju menyusuri jalan beraspal yang berlobang-lobang. Anak-anak muda ini lincah sekali. Sayang sekali, ketika hampir sampai di Gunung Botak, salah satu motor tiba-tiba mogok. Setelah memeriksa isi tangkinya, ternyata bahan bakarnya sudah habis. Maklum motor dua tak meskipun dapat berlari kencang, ternyata sangat boros bahan bakar. Salah satu kawannya, kembali ke kampung terdekat untuk membeli bahan bakar. Hari sudah sore ketika dia kembali dan kami pun bisa melanjutkan perjalanan ke Gunung Botak. Mengapa disebut Gunung Botak? Seperti yang tampak pada foto-foto di artikel ini, sebagian besar permukaannya tidak ditumbuhi pepohonan.
Kami berhenti di sebuah tanjung untuk mengambil gambar pemandangan pegunungan, teluk dan perairan yang indah sekali. Panorama Gunung Botak di daerah Manokwari Selatan ini indah sekali dan layak dijadikan sebagai daerah tujuan wisata. 
Anak-anak Papua yang baru saja kembali dari laut setelah memancing ikan
Beberapa kali Oma Gertraud berdiri bersama dengan tukang ojek itu dan beberapa anak muda Papua yang baru saja pulang dari laut untuk menangkap ikan. Mereka senang difoto bersama Oma Gertraud. Langit mulai ditutupi awan tebal pertanda sebentar lagi hujan lebat segera turun. 
Saya segera memasukkan kamera digital Nikon Coolpix P500 ke dalam tas dan menyelubunginya lagi dengan kantong plastik agar tidak dirusaki oleh air hujan. Kami pun kembali dan tiba di Ransiki di malam hari.
Ingin Jalan-jalan ke Gunung Botak?
Gunung Botak yang indah ini terletak di tepi Teluk Cendrawasih yang indah sekali pemandangannya. Selain menikmati pemandangan, Anda bisa berenang dan snorkeling di sana. Kalau Anda tertarik ke Gunung Botak, terbanglah ke kota Manokwari. Cara yang paling murah adalah dengan naik kapal PELNI. Setelah itu, naiklah kendaraan umum (harganya kira-kira Rp. 50.000/orang) yang akan membawa Anda ke kota Ransiki. Sesampainya di sana carilah tukang ojek (antara Rp. 100 ribu hingga 200 ribu per orang) yang akan mengantar Anda ke Gunung Botak. Di kota Ransiki ada penginapan yang harganya cukup terjangkau (kurang lebih Rp. 150 ribu/malam).

Sunset Indah di Pulau Saonek

Pulau kecil namun mempunyai keindahan panorama sunset yang memesona. Itulah pulau Saonek, pulau kecil di depan Waisai, ibukota Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.
Senja di pulau Saonek adalah daya tarik utama pulau ini. Alam Papua yang cerah ikut menyumbangkan pesona matahari tenggelam di Saonek. Sunset di Saonek selalu dihiasi dengan beberapa kapal yang hilir mudik. Sejatinya hal itu justru menambah kesyahduan alam Saonek. Matahari jingga yang pelan-pelan turun dari langit membuat perairan Saonek berubah warna menjadi keemasan. Belum lagi awan yang terserak tak beraturan, menambah nuansa alam yang begitu indah. Jangan lupa, abadikan pemandangan sunset Saonek dengan kamera Anda. Lukisan Tuhan di langit Saonek sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Saonek dulunya adalah pusat pemerintahan Raja ampat. Itu mengapa, fasilitas Saonek tidak berbeda jauh dengan Waisai yang kini menjadi ibukota Kabupaten Raja Ampat. Di tempat ini, komunikasi relatif lebih mudah dilakukan karena sudah dibangun provider telepon selular. Selain itu sudah dibangun sebuah pembangkit listrik tenaga diesel dan pembangkit listrik tenaga surya. Jalanan di desa ini masih sangat bersih, tertata rapi, dengan pantai yang indah dan penginapan yang relatif murah. Beberapa orang bahkan lebih menyarankan wisatawan untuk menginap di  Saonek daripada Waisai. Pantai Saonek juga sangat indah. Pasirnya putih bersih dengan air laut yang warnanya kombinasi hijau kebiruan. Ombaknya kecil, Anda bisa berenang dengan leluasa disini sambil melihat kekayaan biota laut yang tak kalah indah dengan spot-spot snorkling dan diving unggulan Raja Ampat. Dari atas jembatan pelabuhan, kita bisa melihat ratusan ikan berwarna-warni bermain dengan asiknya. Tanda bahwa peraiaran Saonek masih sangat bersih dan nyaman untuk habitat aneka penghuni laut. Menyelam di perairan Saonek kita akan bertemu dengan aneka ikan hias, lion fish, balfish, barakuda dan masih banyak lagi.
Keindahan Saonek membawa berkah untuk daerah ini. Pada tahun 2010 lalu, kemolekan alam Saonek membuat salah satu production house membuat film televisi dengan latar belakang alam dan kehidupan warga Saonek. FTV berjudul “Mutiara Hitam” ini memperlihatkan kehidupan masyarakat Papua khusunya Raja Ampat. Beberapa pemandangan seperti rumah di tepi laut, suasana pasar Papua, budaya makan pinang, kehidupan nelayan digambarkan dengan apik pada setiap adegan. FTV Mutiara Hitam menceritakan kehidupan seoarng anak bernama Jeko Mambrasar yang bercita-cita menjadi pemain sepakbola terkenal seperti Boas Solossa. Setiap adegan yang bergulir memperlihatkan keindahan panorama pulau Saonek.
Dari Sorong terdapat kapal yang tiap hari pulang pergi ke pulau Saonek. Tiket kapalnya berkisar Rp. 120 ribu per orang.  Cukup mudah bukan?. Oya, selama di Raja Ampat, sempatkan untuk mengunjungi pulau Wayag yang indah, desa wisata Arborek dan pantai Waisai Tercinta.


Tugu Mac Arthur


Situs Mac Arthur di Papua

Tugu Mac Arthur merupakan situs yang dilindungi sebagai cagar budaya. Tugu ini terletak di Gunung Ifar Kabupaten Jayapura, Papua. Situs ini, sebagaimana dijelaskan dalam prasati, merupakan Markas Besar Umum Wilayah Pasifik Barat Daya. Dalam prasasti diceritakan, pada saat musim panas tahun 1944, suatu hamparan kompleks Markas Besar terserak di tempat ini kemudian didirikan di lokasi ini. Akhirnya berpangkalanlah di Sentani suatu Markas Besar Umum Daerah Pasifik Barat Daya; Angkatan Darat Amerika Serikat di Timur Jauh; Angkatan Udara A.S di Timur Jauh; Armada Ke-Tujuh; Angkatan Udara Ke-Lima; Angakatn Darat Ke-Enam; Angakatan Darat Ke-Delapan; Pasukan Pendaratan Sekutu; dan Angakatan Udara Sekutu. Perencanaan dan penyelenggaraan untuk penyerangan Pilipina dilaksanakan dari tempat ini di bawah pengarahan Jenderal Douglas Mac Arthur.
 
Oleh: Mukhotib MD pada 1 Dec 2011 12:56

Budaya dan Keindahan papua

Papua negeri yang elok di timur indonesia, papua di tinggali banyak suku, dan setiap suku di papua mempunyai adat istiadat yang berbeda.
kebudayaan papua masih kebudayaan murni karena dalam kesehariannya masih menggunakan peralatan dari batu dan masih bercocok tanam secara tradisional dan berpindah pindah.
selain adat istiadat tarian papua pun banyak ragam dan macamnya semuanya mencerminkan suku yang ada di papua, umumnya tarian papua sangat dinamis dan mencerminkan kegembiraan.
pakain adatnya pun sangat eksotis dengan hiasan di kepala yang mencerminkan  budaya papua.
bukan hanya budayanya papua juga menyimpan wisata yang luar biasa dari salju abadinya di pegunungan jaya wijaya sampai pantai pantainya yang indah dan masih asli dan alami. jadi kalau ke indonesia jangan lupa berkunjung juga ke papua tanah yang elak bagaikan surga , tanah yang terberkati.
berikut beberapa foto budaya paua dan ke indahan papua :